Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Dugaan Kekerasan Oknum Guru Di MTs N 7 Pandeglang JAM-P Dan P-4 Gruduk Kemenag

Jumat, 10 Februari 2023 | Februari 10, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-02-10T09:46:45Z



kontakpublik.id, PANDEGLANG-Aksi Unjuk Rasa (Unras) Yang dilakukan oleh Pergerakan Pemuda Peduli Pandeglang (P-4) dan JAM-P untuk menyampaikan aspirasinya terkait dugaan Kekerasan Oknum Guru MTs 7 Pandeglang, di depan Kantor Kemenag Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, pada Jumat (10-02-2023).

Pada umumnya Madrasah sebagai nama bagi suatu lembaga atau wadah yang mewadahi proses transformasi ilmu telah mengalami perkembangan pemaknaan dalam rentang sejarah perkembangan umat Islam sejak zaman Rasulullah SAW sampai sekarang. Madrasah dimaknai sebagai istilah yang menunjuk pada proses belajar dari yang tidak formal sampai yang formal. 

Madrasah juga adalah salah satu jenis lembaga pendidikan Islam yang diusahakan, di samping masjid dan pesantren. Proses kelahiran dan dinamika madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam formal di Indonesia yang merupakan perkembangan lanjut atau pembaruan dari lembaga pendidikan pesantren dan masjid/surau.
Kata “madrasah” terambil dari akar kata “darasa-yadrusu-darsan _ belajar”. Kata madrasah sebagai isim makan, menunjuk arti “tempat belajar”. Padanan kata madrasah dalam bahasa Indonesia adalah sekolah. Demikian hal ini dikatakan oleh Sujana Akbar selaku Koorlap JAM-P kepada media ini di halaman gedung Kemenag Pandeglang.

Ditilik dari makna Arab di atas, madrasah menunjuk pengertian “tempat belajar” secara umum, tidak menunjuk suatu tempat tertentu, dan bisa dilaksanakan di mana saja, di rumah, di surau/langgar, di masjid atau di tempat lain sesuai situasi dan kondisi. Madrasah bukan tempat menganiaya murid atau siswa, tapi madrasah Tempat-tempat tersebut dalam sejarah lembaga-lembaga pendidikan Islam memegang peranan sebagai tempat transformasi ilmu bagi umat Islam. Jelasnya

Dalam perkembangan selanjutnya, secara teknis, kata madrasah dikonotasikan secara sempit, yakni suatu gedung atau bangunan tertentu yang dilengkapi fasilitas, sarana dan prasarana pendidikan untuk menunjang proses belajar ilmu agama, bahkan juga ilmu umum.
Di masa kolonial Belanda, pendidikan Islam hanya terbatas pada pesantren dan surau dan masih bersifat tradisional. Kemudian pada tahun 1909 madrasah pertama di Indonesia muncul yaitu Madrasah Abadiyah di Kota Padang, Sumatera Barat, didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad. Setelah itu madrasah-madrasah lain pun tumbuh subur berdiri sampai ke Negeri Angsana Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Ucapnya

Seperti Madrasah Shcoel yang didirikan pada tahun 1910 di Kota Batu Sangkar, Sumatera Barat oleh Syekh M. Talib Umar. Lalu pada 1912, salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah di Yogyakarta, didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan dan sahabat-sahabatnya, dan mereka mulai membangun sistem lembaga pendidikan yang menggabungkan pendidikan Islam dan umum.
Berturut-turut setelah itu pada tahun 1913 ada Madrasah AL Irsyad di Jakarta, didirikan oleh Syeikh Ahmad Sokarti. Kemudian pada tahun 1915 muncul Diniyah Schoel di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat, didirikan oleh Zainuddin Labai el Janusi. Berikutnya pada tahun 1926, salah satu organisasi Islam terbesar Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama (NU) didirikan di Surabaya oleh K.H. Hasyim Asyari, K.H. Wahab Hasbullah dan setelah itu mulai banyak mendirikan madrasah. Terangnya

Saksi perjuangan pendidikan yang tak kenal henti. Pada jaman penjajahan Kolonial Belanda madrasah didirikan untuk semua warga. Sejarah telah mencatat, Madrasah pertama kali berdiri di Sumatram, Madrasah Adabiyah (1908, dimotori Abdullah Ahmad), tahun 1910 berdiri madrasah Schoel di Batusangkar oleh Syaikh M. Taib Umar, kemudian M. Mahmud Yunus pada tahun 1918 mendirikan Diniyah Schoel sebagai lanjutan dari Madrasah schoel, Madrasah Tawalib didirikan Syeikh Abdul Karim Amrullah di Padang Panjang (1907). Lalu, Madrasah Nurul Uman didirikan H. Abdul Somad di Jambi.
Madrasah berkembang di jawa mulai tahun 1912. Ada model madrasah pesantren NU dalam bentuk Madrasah Awaliyah, Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Mualimin Wustha, dan Muallimin Ulya (mulai tahun 1919), ada madrasah yang mengaprosiasi sistem pendidikan belanda plus, seperti muhammadiyah (1912) yang mendirikan Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Muallimin, Mubalighin, dan Madrasah Diniyah. Ada juga model AL-Irsyad (tahun 1913) yang mendirikan Madrasah Tajhiziyah, Muallimin dan Tahassus, atau model Madrasah PUI di Jabar yang mengembangkan madrasah pertanian, itulah singkat tentang sejarah madrasah di indonesia. Tuturnya



Sementara Ketua P4 Pandeglang, Atif Ekek,  menyampaikan baheasanya, dari jaman penjajahan, orde lama, orde baru, era repormasi sampai era presiden bapak Jokowi, nasib madrasah di indonesia sangatlah memperihatinkan dan seolah-olah di anaktirikan oleh pemerintah, padahal ada banyak sekali elit politik yang duduk di kursi DPR, MPR, ISTANA dan lembaga kebijakan negara lainnya yang lahir dan berlatar belakang dari madrasah, lulusan madrasah tidak bisa di pandang sebelah mata atau juga di anggap remeh, justru lulusan-lulusan madrasah memiliki nilai lebih bukan saja karen faktor agama yang diperdalam tapi banyak faktor lainnya.

Versi lain Sejarah madrasah
Madrasah adalah saksi dari perjuangan pendidikan yang tak kenal henti. Pada zaman penjajahan Kolonial Belanda, madrasah didirikan untuk semua warga. Sejarah mencatat, madrasah pertama kali berdiri di Sumatra, Madrasah Adabiyah (1908, dimotori Syekh Abdullah Ahmad), tahun 1910 berdiri Madrasah Schoel di Batusangkar oleh Syaikh M. Taib Umar, kemudian M. 

Seperti, Mahmud Yunus pada 1918 mendirikan Diniyah Schoel sebagai lanjutan dari Madrasah Schoel. Madrasah Tawalib didirikan Syeikh Abdul Karim Amrullah di Padang Panjang (1907). Lalu, Madrasah Nurul Uman dididirikan H. Abdul Somad di Jambi.
Madrasah berkembang di Jawa mulai tahun 1912. Ada model madrasah-pesantren NU dalam bentuk Madrasah Awaliyah, Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Muallimin Wustha, dan Muallimin Ulya (mulai tahun 1919), ada madrasah yang mengapropriasi sistem pendidikan Belanda plus, seperti Muhammadiyah (1912) yang mendirikan Madrasah Ibtidaiyah, Tsnawiyah, Muallimin, Muballighin, dan madrasah Diniyah. Ada juga model Al-Irsyad (1913) yang mendirikan madrasah Awaliyah, Ibtidaiyah, Madrasah Tajhiziyah, Muallimin dan Tahassus; atau model madrasah PUI di Jabar yang mengembangkan madrasah pertanian.
Belanda tentu saja resah akan perkembangan madrasah, lalu keluarlah peraturan yang menetapkan madrasah sebagai “sekolah liar”, kemudian mengeluarkan sejumlah peraturan yang melarang atau membatasi madrasah. 

Kalaupun kemudian Pemerintah Belanda memberikan apresiasi pada kepentingan Islam, bantuan diberikan 7.500 gulden untuk 50.000.000 jiwa. Menyimak pidato Oto Iskandardinata pada 1928 di Voolkraad, bantuan itu dianggap penghinaan karena seharusnya yang diberikan Belanda satu juta gulden.
Akan tetapi, madrasah berdiri di mana-mana. Madrasah adalah perjuangan warga republik ini untuk mendapatkan pendidikan. Pada tahun 1915 berdiri madrasah bagi kaum perempuan, yaitu Madrasah Diniyah putri yang didirikan Rangkayo Rahmah Al-Yunisiah.

Zaiuniddin Labai ini juga yang pertama kali mendirikan Persatuan Guru-Guru Agama Islam (PGAI) di Minangkabau pada 1919.
Sayangnya, madrasah tetap saja tersingkirkan. Saat Indonesia merdeka, madrasah masih dianggap sebagai pendidikan kelas dua. Pemerintah Indonesia hanya mengeluarkan Maklumat BP KNIP 22 Desember 1945 No. 15 yang menyerukan agar pendidikan di musala dan madrasah berjalan terus dan diperpesat; kemudian diperhatikan melalui keputusan BP KNIP 27 Desember 1945 (agar madrasah mendapat perhatian dan bantuan dari pemerintah) dan melalui Laporan Panitia Penyelidik Pengarahan RI tanggal 2 Mei 1946 yang menegaskan, pengajaran yang bersifat pondok pesantren dan madrasah dipandang perlu untuk dipertinggi dan dimodernisasi serta diberi bantuan berupa biaya sesuai dengan keputuan BP KNIP. Perhatian pemerintah negeri ini diwujudkan dengan PP No. 33 Tahun 1949 dan PP No. 8 Tahun 1950 yang memberikan bantuan kepada madrasah dengan subsidi per siswa @ Rp 60,00.
Baru pada masa reformasi, UU No. 20/2003 tentang UUSPN khususnya Pasal 17 Ayat 2 dan Pasal 18 Ayat 3, madrasah diakui statusnya sederajat dengan sekolah umum. Namun, pemerintah masih enggan memberikan bantuan, apalagi pernah beredar Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Moh Ma`ruf, tanggal 21 September 2005 No. 903/2429/SJ tentang Pedoman Penyusunan APBD 2006 yang melarang pemerintah daerah mengalokasikan APBD kepada organisasi vertikal (termasuk terhadap madrasah).
Reformasi kemudian melahirkan PP No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Pada PP ini terdapat Pasal 12 ayat (1) yang menyebutkan pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberi bantuan sumber daya pendidikan kepada pendidikan keagamaan.

Anehnya, PP ini pun masih dianggap angin lalu. Masih banyak pemerintah daerah yang belum memberikan perimbangan dana kepada madrasah. Dana 20% pendidikan di APBD masih menjadikan madrasah sebagai sisipan.
Masa depan madrasah
Saat ini, di Indonesia, terdapat 38 ribu madrasah. Setiap tahunnya, madrasah meluluskan dua ratus ribu siswa, tetapi tak sampai sepuluh persen yang melanjutkan kuliah karena keterbatasan dana; hanya sekitar 20% yang gurunya PNS, sementara yang non-PNS tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah daerah. Apakah 5,5 juta siswa madrasah dan 456.281 guru madrasah ini bukan warga negara Indonesia sehingga mendapatkan perlakuan yang berbeda, 
Sebentar lagi pemilihan presiden dan wakil presiden, entah apakah mereka yang terpilih akan memperhatikan nasib madrasah atau akan terus meniru perlakuan penjajah Belanda

Mengingat pada Madrasah Tsanawiyah Negeri 7 Pandeglang mengingatkan kita kembali pada jaman Kolonial Belanda, yang di mana murid/siswa banyak yang dianiaya oleh oknum guru yang diduga si oknum guru tidak berahlak dan ikhlas dalam memberikan ilmu dan amalnya. Berangkat dari kekejaman oknum guru MTsN 7 Pandeglang Banten, kami dari P-4, P3B , dan JAM-P menuntut

Agar segera untuk di Pecat oknum Guru MTsN 7 Pandeglang yang diduga sudah melakukkan sistem pembelajaran seperti Kolonial Belanda,
Kemudian  Pihak Kepolisian harus segera menangkap Oknum Guru MTsN 7 Pandeglang yang diduga telah menganiaya 30 murid/siswa,
Pihak Kepolisian dan KPK harus segera mengusut tuntas dengan adanya pungli di MTsN 7 Pandeglang, pesan kami , Jika tuntutan ini tidak di indahkan, maka kami akan terus menyuarakannya. Ujarnya 

Saat di konfirmasi soal dugaan kekerasan di MTs Negeri 7 Pandeglang Kepala Kemenag Pandeglang, Amin Hidayat, membantah bahwa sebetulnya tidak ada kekekerasan , kami sudah turun kelapangan hanya gunting rambut aja karena rambutnya panjang keterangan ini secara langsung di sampaikan oleh pihak sekolah dan komite. Jelasnya

Jadi Lebih baik Audiensi aja lah  biar enak tidak perlu dilakukan unjukrasa dan itu haknya . Jika mereka bersikap keras  mangga silahkan itu sah-sah saja,  kami tunggu , sebab waktu unras aja kami tidak mengetahui sama sekali tidak ada pemberitahuan. Tuturnya (Rudi)
×
Berita Terbaru Update