Jumat, 28 April 2023

Jacob Ereste : Halal Bi Halal Pribumisasi Yang Lahir dari Warga Masyarakat Solo



Kontakpublik.id,.SERANG-
Kalau pun tak ada acara halal bi halal mohon maaf dan memberi maaf makanya jadi perlu ditulis saja biar abdol. Meski sesungguhnya tsk ada yang salah atau tak ada yang perlu dimaafkan.

Versi Majlis Ulama Indonesia (MUI), halal bi halal itu dimaknai sebagai upaya menyambung atau mengeratkan tali silatirrachmi yang mungkin terancam putus. Mala itu, pada jaman Presiden Soekarno, acara resmi halal bi halal yang sekarang disebut lebih keren dengan istilah open house  dimanfaatkan oleh pemerintah Presiden Soekarno pada tahun 1948 untuk mengundang senua tokoh politik guna membicarakan berbagai  kekusutan politik, termasuk  ketegangan antara  tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Konon cerita, ide Bung Karno melakukan acara halal bi halal itu berasal dari KH. Abdul Wahab Hasbulah, tokoh pendiri Nahdatul Ulama (NU). Maka acara halal bi halal itu yang berasal dari halal al habi (mengurai kembali benang kusut), halla al maa (mengendapkan air keruh) dan halla as syai (halal  sesuatu) dilakukan seusai Puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.

Pokoknya, semua yang tegang patut dan pantas dikendorkan, jika pun tidak bisa dihilangkan sama sekali. Pendek kata, semua perselusihan bisa dianggap selesai dan memulai lembaran baru.

Begitulah acara memaknai kesucian seusai puasa dan merayakan lebaran Idul Fitri di Indonesia. Konon cerita, tradisi atau budaya halal bi halal memang hanya ada di Indonesia. Dalam historikalnya, kata Prof. Dr. Quraish Shihab acara halal bi halal ini merupakan tradisi pribumisasi asli sevagai upaya pengembangan budaya Islam di dalam masyarakat Asia Tenggara yang dirintis oleh Mangkungoro 1 yang lahir pada 8 April 1725 yang dikenal dengan gelar Pengeran Sambernyawa.

Kata halsl bi halal sendiri tercatat dalam Kamus Jawa - Belanda, karya Dr. Th. Pigeaud tahun 1938. Dalam versi yang lain, asal usul hal bi halal  berasal dari pedagang martabak dari India di Taman Sriwedari, Solo antara tahun 1935-1936 yang memperkenalkan jenis panganan baru itu yang disebut martabak. Lalu dipromosikan martabak Malabar  yang halal bi halal itu. Alkisah, saat itu istilah hal bi halal sudah populer saat itu di bumi Surakarta. Karena itu pula, acara halal bi halal   mulai sering dilakukan di Taman Sriwedari, Solo.

Begitulah tradisi yang kemudian berlanjut sampai sekarang, seusai puasa dan untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri -- biar abdol -- maka dibuat acara halal bi halal sampai sekarang. Cuma masalahnya, kok orang Solo sendiri terkesan kurang bergairah meneruskan tradisi yang konon sudah dimulai sejak jaman Pangeran Sambernyawa itu dahulu.  (Red)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Langsung Gas! FK-PKBM Pandeglang Gelar Jambore Di Menes

Kontakpublik.id, PANDEGLANG - Forum Komunikasi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (FK-PKBM) Kabupaten Pandeglang menggelar Jambore pendidik...