Kontakpublik.id, SERANG-
Pemberian THR (Tunjangan Hari Raya) atau pun bingkisan lebaran perlu dipahami sebagai bagian dari kesadaran kepedulian dan rasa simpatik untuk saling mengingat, jadi tidak bisa dilihat secara fulgar dalam bentuk material, tetapi harus lebih dipahami bermakna spiritual.
THR atau bingkisan lebaran -- termasuk buah tangan untuk hati perayaan keagamaan yang lain -- patut dipahami sebagai upaya pengingat, silaturahmi yang mungkin tidak bisa diwujudkan dalam bentuk lain, misalnya untuk saling berkunjung guna mengungkapkan rasa kegembiraan dan syukur bahwa semua keluarga dalam kondisi sehat walafiat.
Lantas mengapa THR dan bingkisan lebaran itu jadi pamali diberikan pada seorang pejabat ?
Ikhwalnya dahulu tak masalah, karena THR atau bingkisan itu merupakan persembahan atas rasa syukur karena Sang Raja misalnya -- dalam tradisi keraton -- telah memberi perlindungan hingga do'a keselamatan serta Rizki yang berlimpah. Karena itu, tanpa pernah diminta rakyat membawa sebagian hasil panen untuk sang Raja atau Sultan.
Dari penuturan Sultan Ternate Mudafarsyah, dalam tradisi keraton hasil panen yang diberikan petani itu sesegera mungkin dibagikan juga kepada rakyat yang dirasa memerlukannya. Apalagi untuk mereka yang sengaja datang ke keraton untuk mendapatkan sekedar pembagian bahan makanan itu untuk beberapa hari saja. Sehingga, keraton menjadi semacam tempat penerimaan dan pendistribusian rizky agar bisa merata ikut dinikmati oleh rakyat.
Ketika tata kelola ekonomi rakyat yang paling sederhana ini dipraktekkan, apanya yang salah dalam budaya feodal yang acap dianggap buruk oleh sebagian kalangan ?
Kecuali itu, kisah Sultan Mudafarsyah suatu ketika, tugas Sultan justru mendatangi pemukiman rakyat untuk melihat dan mendengar langsung keluh kesah serta usulan atau pendapat hingga saran yang akan dibicarakan Sultan dengan para penasehat ahlinya yang ada di keraton.
Tak ada birokrasi yang berbelit-belit, sejumlah kesimpulan dan kesepakatan untuk untuk mengatasi masalah rakyat segera diturunkan melalui petugas yang kelak akan diperiksa langsung oleh sang Sultan. Jadi sangat kecil terjadi penyelewengan seperti yang gampang dilakukan sekarang dalam sistem pemerintahan berbentuk republik yang tidak sepenuhnya mewarisi kearifan lokal yang ugahari itu.
Suara rakyat sungguh identik dengan suara Tuhan yang selalu didengar langsung oleh sang Sultan, untuk kemudian menurunkan kebijakannya yang arif dan bijaksana itu untuk rakyat. Sebab istilah raja alim disembah dan raja lalim patut disanggah merupakan implementasi dari kedaulatan rakyat yang murni dan konsisten, tidak seperti sekarang.
Begitulah makna THR dan bingkisan lebaran sebagai implementasi dari rasa kepedulian -- bukan belas kasihan -- sesama saudara, kerabat dan sahabat dengan sepenuh hati dan rasa cinta. Bukan upeti atau sogokan seperti tradisi dan budaya yang dipiuhkan pada era milineal sekarang ini. Karena semua sarat dengan muatan politis guna memperoleh posisi dari hasil Pemilu tahun 2024.
Menolak pemberian THR dan bingkisan hari raya lebaran atau perayaan hari besar keagamaan lainnya, tidak pula bijak. Begitu juga sebaliknya bila meminta. Karena THR dan bingkisan hari raya itu beranjak dari rasa kesadaran dan kepedulian atas ikatan persaudaraan, pertemanan atau persahabatan sehingga yang bersangkutan pun berhak membalas pemberian itu dalam bentuk bingkisan yang lain.
Jadi yang terpenting dari THR atau bingkisan lebaran itu bukan dalam bentuk material, tetapi muatan spiritual ikatan persaudaraan, perkawanan dan persahabatan dalam kemesraan yang indah menghias kegembiraan hati dari sang pemberi maupun bagi sang penerima.
Artinya, THR dan bingkisan lebaran merupakan penghias kegembiraan hati dalam kegembiraan serta rasa syukur kepada Tuhan atas semua karunia dan nikmat yang telah kita cercap selama hidup. Begitulah makna spiritualnya yang kini telah diselewengkan juga secara politik dan praktek komersial, demi dan untuk keuntungan material pula. Karena THR dan bingkisan lebaran itu bisa menjadi penakar ukuran dari perhatian, rasa kepedulian serta ikatan persaudaraan yang hanya ada dalam dimensi spiritual.
(Do/Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar