Kontakpublik.id,JAKARTA-
Ngobrol santai bersama Jendral Dharma Pongrekun, di Cafe Lebak. Bulus, 25 Mei 2023, sempat membahas berbagai masalah yang tengah menghangat di negeri ini, utamanya Ikhwal keberadaan GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) bersama Forum Negarawan sebagai pompa moral bagi bangsa dan penyelenggara negara Indonesia.
Kelangkaan pemimpin bangsa dan krisis pemimpin kenegaraan perlu mendapat perhatian serius, utama pada musim Pilpres (Pemilihan Presiden) yang sudah ramai menjadi pembicaraan banyak orang untuk menjabat pada tahun 2024. Dan untuk mengimbangi dominasi politikus dan ekonom yang membangun oligarki bersama pejabat publik di negeri ini, pun perlu menjadi perhatian untuk diatasi agar tidak semakin merajalela, andai pun tidak bisa sama sekali dihentikan.
Begitulah timpal Dharma Pongrekun cara kita berpikir setiap orang yang sepatutnya memakai hati, tidak berpikir dengan mengandal otak belaka, katanya menunjuk landasan spiritual yang perlu dikedepankan.
Dalam perspektif ekonomi, siapa pun yang ingin menjadi Calon Presiden harus bisa menawarkan cara menyelesaikan masalah, terutama hutang negara yang semakin membengkak. Karena hutang itu, menurut Dharma Pongrekun akan menjadi beban yang berat di masa depan akibat bunga hutang yang berbunga itu pun harus menjadi tanggungan. Jadi masalah untuk mengatasi ekonomi negara dan bangsa harus menyelesaikan terlebih dahulu hutang negara agar beban ekonomi negara -- yang berdampak langsung pada ekonomi rakyat -- segera dituntaskan. Jika tidak, maka masalah negara dan juga masalah bangsa tidak pernah akan selesai, dalam arti tidak dapat diperbaiki dari titik awal untuk meningkatkan kesejahteraan seperti cita-cita kemerdekaan yang dijanjikan kepada rakyat.
Karena itu penetapan Calon Presiden idealnya memiliki pertimbangan spiritual. Jadi sentuhan pualam jiwa akan memberi kekuatan yang patut diperhitungkan, timpal Sri Eko Sriyanto Galgendu. Sebab untuk setiap orang yang mampu menggunakan kekuatan hati akan memiliki kekuatan jiwa.
Masalah terberat bagi bangsa Indonesia hari ini adalah sudah kehilangan kekuatan jiwa. Maka itu perlu dibangun dan dipersiapkan kepemimpinan spiritual yang kuat. Hingga dengan begitu, keangkuhan intelektual bisa dibimbing oleh spiritualitas. Supaya segala sesuatu yang hendak dilakukan tak sampai terlepas dari etik profetik, yaitu ajaran dan tuntunan nabi yang mendapat petunjuk langsung dari langit.
Revolusi mental yang dikotak-kotakkan itu agar lebih gampang diarahkan, kata Dharma Pongrekun menggambarkan kondisi Indonesia hari ini.
Dan kegagalan politik negara yang mendorong kelahiran Posko Negarawan dengan menggagas ketahan dan pertahan negara yang diperluas seperti memperkuat bidang kesehatan, telah dilakukan GMRI bersama Posko Negarawan yang kini disepakati membuat Forum Negarawan. Karena itu GMRI pun mendukung gagasan seniman dan budayawan untuk membangun ketahanan dan pertahanan budaya lewat kesenian dan kebudayaan.
Atas dasar kesadaran bahwa kecerdasan intelektual berbeda dengan kecerdasan spiritual. Karena kecerdasan intelektual, kata Dharma Pangrekun tidak menggunakan pertimbangan hati atau jiwa. Begitulah akibat ketergantungan manusia pada pikiran yang mengabaikan hati atau perasaan, seperti model seragam dalam sekolah itu artinya bukan hanya sebatas pakaian semata, tapi juga cara berpikir yang sejak anak-anak sudah diseragamkan, tandasnya.
Secara nyata kebesaran suku bangsa Nusantara yang telah menjadi Indonesia kini tinggal sejarahnya. Nila kebesaran sejarah Sriwijaya dan masa kejayaan Pajajaran serta Majapahit kini tinggal sejarah yang tidak mampu diambil hikmahnya. Karena itu membaca sejarah suku bangsa Nusantara -- yang telah menjadi Indonesia -- perlu disimak setidaknya sejak abad 7 hingga abad 14, baru kemudian melihat kondisi Indonesia ini, setelah Indonesia merdeka, kata Sri Eko Sriyanto Galgendu.
Sedangkan Dharma Pongrekun meyakini Nuswantara itu bersifat spiritual, dan Nusantara itu bersifat material. Artinya, manusia harus melepaskan diri dari penyesatan cara berpikir dan mempercayai dalam upaya untuk meyakini nilai-nilai kebenaran. Maka itu jalan kebenaran bagi bangsa Indonesia adalah menjadi dan mengembalikan manusia Nuswantara, kata Jendral Polisi bintang tiga ini yang menduduki jabatan bergengsi Sebagai Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara ini.
Pendekatan dari pemahaman filosofis serupa ini sama halnya dengan bersih fisik, itu sungguh oke. Tapi yang tidak kalah penting adalah bersih jiwa, atau hati. Karena itu untuk memahami teknologi -- teknik no logika -- jelas diambil dari kekuatan Tuhan yang dimanifestasikan oleh manusia sebagai ilmu dan pengetahuan.
Atas dasar itulah, kata Jendral Polisi kelahiran Palu, Sulawesi Tengah, 57 tahun silam ini bahwa persyaratan dari elit global yang meminta data dan pembuktian ketika diminta menyelesaikan suatu masalah selalu terlambat dan terhambat akibat dari salah satu cara untuk bertindak cepat atas dasar petunjuk hati dan jiwa itu diabaikan, imbuh Dharma Pangrekun, menimpali paparan Sri Eko Sriyanto Galgendu.
Aktualisasi nilai-nilai kebangsaan Indonesia, perlu dilakukan, imbuh Wali Spiritual dan penggagas GMRI bersama Posko Negarawan karena nilai-nilai kebangsaan yang memiliki nilai-nilai luhur suku bangsa Nusantara sudah ada sejak abad pertama hingga berjaya Sriwijaya pada abad 7 dan berjayanya Majapahit pada abad 14 dengan puncak ke digdayanya saat dipimpin oleh Hayam Wuruk serta Maha Patih Gajah Mada, ungkap Sri Eko Sriyanto Galgendu.
Sedangkan Prof. Yudhie Haryono menandaskan bahwa Forum Negarawan yang digagas oleh GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) sedang berupaya menemukan formula Pilpres yang lebih baik atau model dari sosok ideal Calon Presiden tahun 2024 yang pantas dan patut memimpin Indonesia di masa depan. Karena itu dia mempertanyakan klaim hasil lembaga survey yang menyimpulkan bila dahulu rakyat cenderung memilih Capres yang merakyat, tapi sekarang pilihan rakyat yang ideal itu adalah sosok Capres yang berani dan tegas. Dan sosok ideal serupa itu hanya ada dalam pilihan alternatif rakyat sipil. Tinggal masalahnya kemudian, Parpol mana yang berkenan mengusung calon alternatif itu dalam kondisi Parpol yang pragmatis dan rasionalistis. Sementara posisi GMRI, Posko Negarawan bahkan Forum Negarawan yang terdiri dari para kaum cerdik pandai, intelektual dan para Guru Besar dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, akan teguh dalam sikap netralitas dan penjaga moralitas bangsa maupun negara.
Artinya, paling jauh yang perlu dilakukan GMRI, Posko Negarawan maupun Forum Negarawan memberi kreteria ideal dari sosok kepribadian seorang Calon Presiden yang pantas dan patut memimpin negeri yang terlanjur carut marut sekarang ini. (Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar