THR (Tunjangan Hari Raya) dan sejenis bingkisan lebaran lainnya itu, patut disadari sebagai wujud perhatian dari si pemberi kepada si penerima seperti memaknai zakat fitrah yang bukan saja sebagai sikap kesadaran dari tuntunan dan ajaran agama, tetapi dapat diartikan semacam upaya sikap untuk selalu berbagi terhadap mereka yang dianggap berhak untuk menerima bingkisan tersebut. Sebagai tuntunan dan ajaran yang berdimensi moral dalam agama, zakat fitrah itu sebagai wujud kepedulian yang tidak boleh diabaikan untuk terus dijaga yang perlu dan wajib dilakukan hanya setiap tahun, seusai menubaikan ibadah puasa guna untuk kesempurnaan menyambut hari raya Idhul Fitri.
Hanya saja THR itu semacam kesadaran ekstra untuk mengekspresikan kebahagiaan dalam berbagi kepada mereka yang dianggap perlu untuk menerima THR atau bingkisan dalam bentuk yang lain, seperti sarung, sajadah dan baju koko serta sejenisnya yang mengungkap suasana puasa dan perayaan Idhul Fitri yang membahagiakan itu.
Sehingga THR atau bingkisan lebaran itu dapat diberikan kepada siapa saja untuk sekedar dapat ikut memeriahkan suasana lebaran yang sangat berdampak pada semua orang yang ada di Indonesia.
Karena memang perayaan hari raya Lebaran di Indonesia telah menjadi budaya nasional, sehingga tradisi mudik pun sudah membuat masalah tersendiri, bujan saja dalam bentuk arus mudik itu sendiri, tetapi juga efek domino dari acara mudik yang dilakukan oleh warga masyarakat, utamanya dari kota besar telah menciptakan suasana sepi, tak ada berjualan, mulai dari sayur mayur dan lauk pauk yang diperlukan oleh warga masyarakat perkotaan yang tidak mudik akan mengalami kesulitan bila tidak siap dengan stok kebutuhan bahan pangan pokok yang cukup, sampai waktu para pedagang yang mudik itu kembali ke kota.
Dan bagi warga kota yang ingin menikmati makanan di rumah makan maupun Warteg (Warung Tegal) penyanyi makanan rakyat kebanyakan pun, jadi kelimpungan karena bisa dikata semuanya tutup untuk pulang ke kampung.
Tradisi pulang ke kampung saat hsti raya lebaran ini bisa dipahami dan dimaklum. Bukan saja semacam upaya untuk melunasi rasa kangen dengan sanak keluarga yang sekian lama ditinggalkan di kampung itu, tapi juga menjadi semacam upaya untuk saling berbagi -- meski dalam bentuk yang paling sederhana sekalipun -- tapi juga sebagai wujud untuk tetap saling berbagi itu dapat dijaga bersama dengan sanak family yang tidak akan dapat dilupakan.
Dalam trend budaya terakhir -- yang melompati tradisi maupun adat istiadat umumnya warga masyarakat Indonesia -- membagikan THR dalam bentuk yang lain kepada anak-anak tampa pandang bulu dari kerebat sendiri ini semakin kerap dilakukan. Ituilah sebabnya budaya penukaran uang receh mulai menjadi bidang pekerjaan dalam usaha jasa yang unik. Sebab uang yang dianggap patut dan layak dibagikan itu -- meski dikemas dalam amplop -- dianggal akan lebih abdol yang baru.
Tradisi, budaya atau sejenis adat kebiasaan warga masyarakat Indonesia yang sama seragam dilakukan ini, merupakan keunikan yang tidak terdapat di dalam masyarakat lain, kecuali Indonesia.
Nilai-nilai spiritual yang menggenapi suasana sakral serupa itu, patut disadari sebagai kesadaran dalam tahapan masuk dalam dimensi spiritual untuk membangun kembali tata krama, etika dan moralitas yang kukuh berbasis pada agama. Sebab ekspresi Ketuhanan bagi setiap orang itu perlu dijaga serta dipahami dapat diwujudkan dengan berbagai caranya yang mungkin unik dan terkesan sangat nyeleneh.
Tampaknya, cara dan pilihan sikap dalam usaha mengekspredikan keyakinan kepada Tuhan seperti itu, tak perlu menjadi persoalan, seperti gaya kecintaan dan perhatian mereka terhadap sesama manusia, toh tidal kalah mulianya, apalagi tiada pernah memandang perbedaan agama. Demikian juga warna kecintaan mereka terhadap alam jagat semesta, dapatlah dimengerti juga sebagai ekspresi terhadap sang Pencipta-Nya.
Banten, 6 April 2024
Tidak ada komentar:
Posting Komentar