Kontakpublik.id,SERANG - Orang sering menyebut sehat jasmani dan sehat rohani itu sebagai penakar kesempurnaan hidup manusia. Lalu apa yang dimaksud dengan jasmani itu, kalau bukan apa yang terliput dalam bentuk fisik, sehingga apa yang dimaksudkan oleh rohani itu adalah semua unsur yang berhubungan dengan hati, atau batin. Tetapi ada juga orang yang lebih merinci semua potensi yang dimiliki oleh manusia itu adalah raga, akal dan jiwa. Sehingga pengertian dari olah raga itu bersifat fisik, olah akal dan olah pikir itu meliputi kecerdasan intelektual, sedangkan olah jiwa maksudnya adalah olah batin atau apa saja yang ada pada wilayah spiritual.
Jadi, sehat jasmani dan sehat rohani itu, bisa dipahami bahwa intelektualitas -- kecerdasan berpikir -- sesungguhnya berada pada wilayah spiritual juga. Hanya saja great nya berada pada lapisan kedua setelah kecerdasan spiritual. Itu sebabnya, kecerdasan intelektual belum berarti cukup untuk memenuhi persyaratan sebagai manusia yang mulia, Khalifah wakil Tuhan di bumi. Karena kecerdasan intelektual tanpa etika sangat berpotensi untuk menyeleweng, atau cenderung menyalahgunakan kecerdasan akal pikiran yang tidak berpijak pada moral. Maka itu, akhlak mulia manusia menjadi penakar utama yang tidak bisa diabaikan.
Ironinya pada era milenial sekarang ini, segenap kecerdasan yang terpaut dengan spiritual -- ilahiah -- semakin terabaikan. Ilmu dan pengetahuan yang dimiliki seseorang tidak mampu memasuki kedalaman makna spiritual yang menjaga etika baik, moral yang bagus dan akhlak manusia yang mulia sebagai merupakan Tuhan. Akibat, mulai dari rasa untuk bersyukur terlepas liar untuk memperoleh banyak hal secara berlebihan. Bukan hanya hanya harta kekayaan, tapi juga kekuasaan yang tak perduli melampaui batas ketamakan dan kerakusan, termasuk merampas dan mengangkangi hak orang lain.
Itulah realitas yang terjadi hari ini, material melibas spiritual yang mulai bangkit menjadi kesadaran dan pemahaman bahwa hidup itu tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan materi, karena yang lebih penting sesungguhnya adalah kebutuhan non materi. Setidaknya, kegairahan untuk berwakaf -- membagi sebagian besar harta kekayaan kepada pihak lain -- semakin marak dilakukan banyak orang dengan nilai yang sangat spektakuler. Sebab kesadaran terhadap harta dan kekayaan yang mampu dikumpulkan semasa hidup, tidak mungkin bisa dibawa mati. Sementara kenangan kebaikan -- kalau pun tidak bisa dikatakan nilai pahalanya -- akan terus dikenang dengan kesan sangat baik lantaran telah memberi manfaat yang banyak bagi orang lain.
Konsepsi wakaf -- termasuk sedekah, infaq dan sejenisnya itu hanya mungkin digerakkan oleh kesadaran serta penghayatan keagamaan yang baik dan tulus, penuh ikhlas tanpa potensi maupun pamrih apapun.
Agaknya, begitulah makna terdalam dari sehat jasmani serta sehat rohani itu. Mau berbagi tanpa pernah diminta, serta ikhlas tanpa pamrih apapun, kecuali hanya hasrat untuk berbagi kebahagiaan untuk orang lain. (Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar