Kontakpublik.id, BANTEN- Ilhwal maaf nemaafkan itu pada dasarnya sungguh baik. Terutama bagi mereka yang merasa telah banyak melakukan kesakahan. Dan sikap untuk memberi maaf itu lebih mulia dari mereka yang meminta maaf atau mereka yang merima pemberian maaf dari siapapun.
Jadi, keinginan untuk meminta maaf -- apalagi sudah dihcapkan seperti yang dilalukan Presiden Joko Widodo pada acara Zikir dab Do'a Kebangsaan menjelang HUT ke-79 RI di halaman Istana Merdeka, Jakarta pada hari Kamis, 1 Agustus 2024.
Joko Widodo sebagai Presiden dengan segenap kedungguhan dan kerendhgan hati -- bersama KH. Ma'ruf Amin -- memohon maaf atas segala kesalahan dan khilaf, kata Jokowi, karena sangat menyadari sebagai manusia, kalau dirinya tidak bisa memenuhi hadapan semua pihak. Artinya, kesadaran atas semua kesalahan dan ketidak mampuan ini, adalah jalan menuju arah pertobatan.
Masalah utamanya adalah, sungguhkah langkah pertobatan itu akan terus ditindak lanjuti oleh perbuatan dan perilaku yang baik, sebagai upaya untuk menebus kesalahan serta kekhilafan yang telah dilakukan ?
Soalnya maaf memaafkan itu pun akan menjadi lain bila kesakahan dan khehilafan itu sengaja dilakukan decara berulang -- atau dilalukan dengan kesadaran dan kesengajaan -- apalagi untuk sekedar diklaim kekhilafan yang tidak mungkin terus berulang kali dilakukan itu. Karena masalah maaf dam memaafkan itu tidak bisa dianggap selesai setelah mengucapka permaafan. Sebab pihak patut memaafkan itu mungkin sangat kecewa dan merasa terluka yang sulit disembuhkan. Apalagi permaafan itu menyangkut kepentingan orang banyak.
Tetapi sebagai itikad yang baik, permohonan maaf itu bisa dipahami sebagai pertobatan dari perilaku berbuat salah yang tetap akan mendapat ganjaran sesuai dengan dera dan derita dari setiap orang yang ikut merasakan akibat dari perbuatan yang buruk itu. Karena bagaimana mungkin dapat memulihkan dera dan derita yang harus ditanggung oleh banyak orang itu, karena perbuatan yang telah dilakukan di masa lalu. Sebab masa kini tidak pernah bisa surut ke belakang. Sehingga masa depan selalu depan harus meminta pertanggung jawaban yang telah dilakulan pada masa lalu.
Maka itu tinggal hukumam atau karma yang bisa melunasinya dosa-dosa masa silam itu, sebab mungkin saja sejumlah orang yang menanggug akibat pebuatan jahat dan degil itu pun sudah tiada di dunia fana ini. Dan permohonan maaf itu dan memaafkan itu sungguh gampang diucapkan, tapi akibatnya mungkin sudah ada yang dibawa mati. Lalu siapa yang harus memaafkan perikaku buruk dan perbuatan yang jahat itu.(Rudi Bako)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar