Selasa, 20 Agustus 2024

Jacob Ereste : Tragika Penunggang Banteng Yang Hendak Turun Akan Dibuat Film Kolosal Dalam Layar Lebar



Kontakpublik.id,JAKARTA - Kisah penunggang banteng itu memang tidak jamak dalam tradisi Kraton Mataram maupun Kerajaan Sriwijaya di masa silam. Tapi dalam budaya tertentu saja banteng bisa dijadikan alat tunggangan, seperti membajak sawah untul memetik hasil panen yang berlimpah, tanpa perlu hirau pada kebutuhan dasar sang banteng yang patut dan layak diperhatikan juga hak dasarnya.

Karena itu muncul masalah, ketika harus turun setelah puas menunggangi banteng itu yang mulai bringas terus menahan kejengkelan akibat ulah semena-mena. Padahal, banteng pun punya tata kerama agar tidak buas membringas seperti adat penunggang yang tak tahu diri itu. Ibarat kata pepatah Melayu yang sudah usang, itulah ciri orang yang tak pandai mengukur baju dibadan.

Akibatnya, orang banyak menjadi paham kisah serupa ini mirip dengan Si Malin Kundang yang terkutuk menjadi batu. Cerita serupa ini sungguh sudah bisa diduga sebelumnya. Tapi banyak orang terlanjur terkecoh dengan ulahnya yang gemar menyamar menjadi "wong cilik", seakan-akan akrab dengan got yang mampet dan parit yang kotor.

Tipu daya serupa itu memang sulit diterka dalam kepongahan politik yang acap merasa lebih bantak tahu tentang semua hal. Sehingga buaya dianggap kadal yang tidak mungkin berulah diluar dugaan. Toh, realitasnnya penyesalan itu memang tidak pernah terjadi pada saat awal transaksi dilakukan.

Memang sekarang, tinggal menunggu penunggang yang songong itu turun yang kini bergelayut di pohon beringin tetangga entah sampai kapan lama waktunya bisa bertahan. Meski dengusan banteng semakin seru menderu, membuat bulu kuduk siapapun yang menatapnya membayangkan kengerian yang sangat menbuat hati berdebar.

Yang pasti, kisah penunggang banteng yang maha gagah ini telah menarik perhatian seorang kawan yang berprofesi sebagai sutradara sekaligus produser film layar lebar di Indonesia yang tengah lesu darah, karena tak punya cerita tragedi yang dramatik, meski mungkin tak sehebat tragedi Romawi pada masa silam. Namun sekedar untuk mengimbangi tragika di  Bangladesh yang baru bejecamuk bisalah menjadi tontonan yang mengedukasi generasi muda untuk  menghadapi masa depan yang lebih barat.

Sayangnya skenario yang ingin diangkat sang Sutradara ke layar lebar dalam bentuk kolisal ini ternyata tidak semudah transaksi biasa, termasuk jika dibanding dengan jual beli partai politik yang sudah lebih mudah dan gampang dilakukan di Indonesia  sekarang. Sebab skenario film sepenuhnya mengunggulkan idealisme, sedangkan partai politik di Indonesia cukup menghithng rugi dan untung saja. Maka itu, produksi film kolosal yang diharap dapat menampilkan tragika yang utuh  masih harus menunggu waktu yang tepat untuk dibuat. Sebab pemeran utama dan segenap pendukungnya lumayan banyak, termasuk mereka yang terkesan duduk duduk manis di parlrmen sampai sekarang. (Red)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Koordinator Penyuluh Pertanian Kecamatan Cigeulis Terkesan Arogan Saat Di Konfirmasi

Kontakpublik.id, PANDEGLANG – Masih seputar program, Jalan Usaha Tani (JUT) di Desa Ciseureuhen, Kecamatan Cigeulis, Kabupaten Pandeglang, B...