Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Jacob Ereste : Spiritualitas & Intelektualitas Adalah Penuntun Agar Tidak Tersesat di Jalan Terang

Minggu, 27 April 2025 | 10.01 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-27T03:01:33Z

 




kontakpublik.id, SERANG--Perlu juga direnungkan ungkapan lapuk yang nyaris dilupakan banyak orang bahwa " Ilmu tanpa agama bisa sesat atau liar. Karena orang berilmu saja tidak memiliki pedoman (agama) sebagai kontrol atau pengerem hawa nafsu dan ambisi serta egoisme dan keserakahan yang tidak terbakar. Namun beragama saja tanpa ilmu tidak akan memiliki  kemampuan untuk memahami dan mengaplikasikan tuntunan agama secara baik dan benar. sehingga acap membabi buta dan salah kaprah untuk  memahami agama orang lain, hingga  fanatis dengan pemahaman keagamaan yang dipercayai oleh dirinya sendiri.


Dari pemahaman dan pengertian serupa inilah dapat dipahami bahwa ilmu (intelektualitas) dan agama (spiritualitas) merupakan dua hal yang berbeda dan perlu disinergikan sehingga capaian pengembangannya maksimal, kendati wilayah jelajah intelektual sangat terbatas yang tidak mampu melampaui wilayah jelajah spiritual hingga menembus langit.


Pertanda terbatasnya wilayah jelajah intelektual cukup banyak diberi pertanda oleh Al Qur'an bahwa hanya Tuhan yang tahu. Termasuk peringatan untuk manusia agar tidak berpikir tentang Tuhan, sebab ke-maha-tahuan-Nya tentang segala sesuatu ciptaan-Nya tak mungkin tergapai oleh pengetahuan dan kemampuan manusia yang sungguh sangat terbatas.


Pemahaman yang acap tak masuk akal ini seperti apa yang diungkapkan oleh Wowok Prastowo, asisten sekaligus staf khusus ahli Pemimpin Spiritual Nusantara Sri Eko Sriyanto Galgendu yang merumuskan tentang "manajemen wangsit" setelah lebih dari 30 tahun mengikuti proses dan perjalanan spiritual mengunjungi berbagai tempat yang dianggap dapat memberi inspirasi (petunjuk yang bersifat gaib) dalam tafakurnya yang khusuk menyapa dan memohon petunjuk yang sulit diperoleh dari suasana hingar bingar, kecuali di tempat-tempat tertentu tersebut. Karena hampir seluruh makam para leluhur yang telah memberi banyak contoh dan tauladan pada zamannya disambangi dengan sepenuh dan seikhlas hati, tanpa beban kecuali pasrah mempersembahkan diri secara tulus dan ikhlas untuk meneruskan cita-cita luhur para leluhur.


Itulah sebabnya hampir dalam setiap prosesi ziarah itu, Sri Eko Sriyanto Galgendu tulus mempersembahkan dirinya sendiri -- tanpa  sesajen -- yang dia pahami sebagai simbolika semata dari sikap pasrah dan tulus. Dalam konteks ini pun, pemahaman dan pengertian sesajen pun yang selama ini dimengerti oleh banyak orang sebagai sesuatu yang bersifat klenik, musyrik dan sejenisnya dapat dipahami dalam keterbatasan pemahaman belaka yang mengabaikan ilmu (pengetahuan) yang tidak terolah lebih sempurna, guna memahami dan mencerna suatu pilihan sikap yang tidak dicerna dengan baik. Dalam konteks ini pula, relevansi dari perlunya ilmu yang berlandaskan pada akal sehat harus dan patut diselaraskan dengan pengetahuan keagamaan sebagai penuntun dan pembimbing supaya tak tersesat di jalan terang.


Oleh sebab itu, pemahaman dan pengertian terhadap kecerdasan spiritualitas serta bobot intelektualitas yang seimbang -- seperti ungkapan dramawan dan penyair besar Indonesia, Wahyu Sulaiman Rendra -- langit di dalam, langit di luar bersatu dalam jiwa. Agaknya, ini pula  yang dimaksudkan para kaum penghayat serta pemegang warisan para leluhur, tentang makna manunggaling kawulo lan gusti itu. Karena  Tuhan itu sendiri bertahta di dalam kedalaman setiap hati manusia. Kekecualian hanya bagi mereka yang tidak ber-Tuhan. Apalagi bagi mereka yang cuma sekedar berilmu, tapi tidak memiliki kedalaman iman.Banten, 26 April 2025 (red)

×
Berita Terbaru Update